
“Hai, namaku Anwar,” katanya. “Kamu boleh masuk kalau kamu mau.”
“Terima kasih, Anwar,” kata
sang burung kecil. “Aku ingin menunggu di dalam sampai hujan reda.”
“Kamu pasti kedinginan di luar sana,” Anwar ikut merasakan “Aku belum
pernah melihat burung sedekat ini sebelumnya. Lihat betapa tipisnya kakimu!
Bagaimana kakimu dapat menahan badanmu hingga tegak?”
“Kamu benar, Anwar,” sang
jelatik setuju. “Kami burung memiliki kaki yang tipis dibanding tubuh kami.
Namun, biarpun demikian, kaki-kaki tersebut mampu menahan tubuh kami dengan
sangat mudah. Ada banyak otot, pembuluh darah dan syaraf didalamnya. Bila kaki
kami lebih tipis atau lebih tebal lagi, akan sulit bagi kami untuk terbang.”
“Terbang pasti rasanya sangat
menakjubkan,” pikir Anwar. “sayapmu
terlalu tipis, juga, namun kalian masih dapat terbang dengannya. Jadi,
bagaimana kamu dapat terbang sedemikian jauhnya tanpa merasa lelah?”
“Saat pertama kali kami
terbang, kami menggunakan banyak sekali tenaga karena kami harus mendukung
berat badan kami pada sayap kami yang tipis,” mulai sang jelatik. “Namun begitu
kami di udara, kami menjadi santai dengan mebiarkan tubuh kami terbawa angin.
Jadi, karena kami menghabiskan lebih sedikit tenaga dengan cara ini, kami tidak
menjadi lelah. Saat angin berhenti bertiup, kami mulai mengepakkan sayap kami
lagi. Karena kelebihan yang telah Allah ciptakan untuk kami, kami dapat terbang
dalam jarak yang sangat jauh.”
Anwar
kemudian bertanya, “Bagaimana kamu dapat melihat sekelilingmu saat sedang
terbang?”
Sang jelatik menjelaskan: “Organ indera terbaik
kami adalah mata kami. Selain memberikan kemampuan untuk terbang, Allah juga
memberikan kami indera penglihatan yang sangat hebat. Jika kami tidak memiliki
indera penglihatan bersamaan dengan kemampuan ajaib kami untuk bisa terbang,
hal itu sangatlah berbahaya bagi kami. Kami dapat melihat benda yang sangat
jauh dengan lebih jelas daripada manusia, dan kami memiliki jangkauan
penglihatan yang luas. jadi begitu kami melihat bahaya di depan, kami dapat
menyesuaikan arah dan kecepatan terbang kami. Kami tidak dapat memutar mata
kami seperti manusia karena mata kami diletakkan pada pencengkramnya. namun
kami dapat menggerakkan kepala kami berputar dengan cepat untuk memperluas
wilayah penglihatan kami.”
Anwar
mengerti: “Jadi, itulah mengapa burung selalu menggerakkan kepala mereka: untuk
melihat ke sekeliling mereka. Apakah semua mata burung seperti itu?”
“Burung hantu dan burung-burung malam hari lainnya
memiliki mata yang sangat lebar,” sang jelatik melanjutkan. “Berkat sel khusus
dalam mata mereka, mereka dapat melihat dalam keremangan. Karenanya, burung
hantu dapat melihat dengan sangat baik untuk berburu di malam hari. Ada juga
jenis burung yang disebut burung air; Allah menciptakan mereka agar mereka dapat
melihat dengan sangat baik di dalam air. Mereka mencelupkan kepala mereka ke
dalam air dan menangkap serangga atau ikan. Allah menciptakan kemampuan ini
dalam burung-burung ini agar mereka dapat melihat dengan jelas di dalam air dan
menangkap mangsa mereka.”
“Tidak semua paruh burung sama, nampaknya. Mengapa
demikian?” Anwar bertanya.
“Allah
menciptakan berbagai jenis paruh yang berbeda untuk burung yang berbeda untuk
melakukan pekerjaan yang berbeda,” demikian jawabannya. “Paruh kamu sesuai
dengan sempurna terhadap lingkungan di mana kami tinggal. Ulat dan cacing
sangat lezat bagi kami para burung pemangsa serangga. dengan paruh kami yang
tipis dan tajam, kami dapat dengan mudah mengambil ulat dan cacing dari bawah
daun pohon. Burung pemakan ikan biasanya memiliki paruh yang panjang dengan
bentuk seperti sendok pada ujungnya untuk menangkap ikan dengan mudah. Dan
burung yang makan dari tumbuhan memiliki paruh yang membuat mereka dapat makan
dengan mudah dari jenis tumbuhan yang mereka sukai. Allah telah menyediakan
dengan sempurna untuk setiap makhluk di Bumi dengan memberikannya kemampuan
yang dia butuhkan.”
Anwar
punya pertanyaan lain untuk sang jelatik: “Kamu tidak mempunyai telinga seperti
yang aku punya, namun kamu masih dapat mendengarkan aku dengan sangat baik.
Bagaimana bisa?”
“Indera pendengaran sangatlah penting bagi kami
para burung. Kami menggunakannya untuk berburu dan saling memperingatkan akan
adanya kemungkinan bahaya sehingga kami dapat melindungi diri kami. Sebagian
burung memiliki gendang pendengaran yang membuat mereka mampu mendengar suara
yang paling kecil. Pendengaran burung hantu sangat peka akan suara. Burung
Hantu dapat mendengar tingkat suara yang tidak dapat didengar manusia,” sang
jelatik memberitahukannya.
Anwar kemudian bertanya: “Kalian para burung
berkicau dengan sangat merdu. Aku senang mendengarkan kalian. Untuk apa kalian
menggunakan suara kalian?”
Sang burung mengangguk: “Sebagian dari kami memiliki
kicauan yang berbeda untuk mengusir musuh kami. Terkadang kami membuat sarang
kami di dalam lubang pada batang pohon, dan ketika musuh mencoba masuk, kami
mendesis layaknya ular. Penyusup tersebut berpikir bahwa ada ular di dalam
sarang itu, sehingga kami dapat melindungi sarang kami.”
“Apa lagi yang kalian lakukan untuk melindungi
sarang kalian dari musuh?” Anwar ingin tahu.
“Kami membangun banyak sarang tipuan untuk
menyesatkan musuh kami,” kata sang burung. “Dengan cara ini kami membuat para
penyusup tersesat dan melindungi sarang dan telur kami yang telah kami
sembunyikan di daerah tersebut. Untuk melindungi sarang kami dari ular berbisa,
kami menutupi jalan masuk dan membuatnya sangat berliku-liku. Kewaspadaan
lainnya adalah membangun sarang pada pohon yang cabangnya berduri.”
“Bagaimanakah sebagian burung dapat berenang dalam
air? dan mengapa tidak semua burung dapat berenang?” Anwar bertanya pada temannya.
Sang jelatik menjawab: “Allah telah menciptakan
sebagian dari kami dengan kemampuan untuk berenang. Dia telah memberikan mereka
kaki berselaput jala agar mereka mampu berenang saat masuk ke dalam air.
Sebagian lain dari kami memiliki jari tipis tanpa jala. jadi, selain burung
air, burung tak dapat berenang.”
“Sama seperti sepatu renang!” Anwar berseru. “Saat
aku berenang dengan memakai sepatu renang, aku dapat berenang dengan jauh lebih
cepat.”
“Ada beberapa burung yang telah memiliki sepatu
renang ini sejak lahir,” kata sang burung.
Saat Anwar dan sang burung sedang
berbincang-bincang, ibunya menyuruh Anwar untuk masuk ke kamarnya dan
mengerjakan pekerjaan rumahnya. Pada saat bersamaan, hujan pun telah reda.
Anwar berkata pada temannya: “Sekarang aku harus
masuk ke kamarku dan mengerjakan pekerjaan rumahku. Besok aku akan bercerita
kepada teman-temanku tentang kemampuan istimewamu, dan bagaimana Allah telah
menciptakan kamu dan makhluk lainnya melalui karya seni kreatif yang sedemikian
sempurna.”
“Hujan telah reda, jadi aku dapat kembali ke
sarangku,” jawab sang jelatik. “Terima kasih telah membawa aku masuk, Anwar.
Saat kau menceritakan temanmu tentang kami, Bisakah kamu sampaikan juga kepada
mereka untuk peduli kepada kami dan jangan melemparkan batu kepada kami atau
kepada makhluk lainnya?”
“Ya, tentu saja aku akan menyampaikannya kepada
mereka,” Anwar setuju. “Semoga Allah melindungimu.”
Anwar membuka jendela dan sang burung segera terbang, melayang menembus udara. Anwar memikirkan kesempurnaan dalam ciptaan Allah dan duduk mengerjakan pekerjaan rumahnya.
Anwar membuka jendela dan sang burung segera terbang, melayang menembus udara. Anwar memikirkan kesempurnaan dalam ciptaan Allah dan duduk mengerjakan pekerjaan rumahnya.
sumber Harun Yahya